Kepemimpinan Indonesia Masa Depan: Perpaduan Timur dan Barat Gaya China
Indonesia mengalami krisis multidimensi sampai detik ini. Krisis tersebut
mendera berbagai bidang, mulai dari ekonomi, politik, budaya, sains, kesehatan,
dan kemanusiaan. Seakan tidak ada jalan keluar dari semua krisis tersebut.
Adapun salah satu krisis yang paling nyata kita hadapi adalah krisis
kepemimpinan.
Kita mengalami kegamangan dalam memilih tipe kepemimpinan yang
tepat untuk negeri kita yang tercinta. Ada sebagian intelektual, yang
menganjurkan ‘westernisasi’, yaitu secara total mengikuti gaya kepemimpinan
Amerika Serikat atau Eropa. Ada juga sebagian yang merasa panik dengan
gelombang globalisasi dan westernisasi, dan memilih berlindung di balik jubah
primordialisme, entah berbasis agama, etnis, atau ras. Jaman sekarang,
seakan-akan suri teladan dari founding father kita, yaitu
Soekarno-Hatta, untuk memadukan timur dan barat seakan sudah dilupakan. Era
globalisasi mengharuskan kita melakukan redefinisi mengenai makna kepemimpinan.
Bukan bersandar pada romantisme masa lalu semata, namun juga bukan semata
melakukan imitasi buta.
Kilas Balik Kepemimpinan Dunia
Soekarno-Hatta hidup di era, dimana terjadi kebangkitan
ekonomi/politik Asia. Pada tahun 1904-1905, armada angkatan laut Jepang
berhasil mengalahkan armada Rusia.Dalam pertempuran laut tersebut, armada
Jepang menggunakan meriam dan kapal yang lebih berkualitas daripada milik
Rusia. Kemudian, Pasukan Ottoman Turki berhasil mengalahkan Pasukan
Inggris/Australia/Selandia Baru dalam pertempuran Gallipoli tahun 1916, setelah
bertempur selama delapan bulan. Dalam pertempuran tersebut, Kemal Attaturk
menjadi salah satu komandan lapangan yang berperan. Karena Inggris kalah dalam
pertempuran tersebut, kepala staf angkatan laut Inggris, Sir Winston Churcill,
mengundurkan diri.
Kemudian, dalam perang kemerdekaan Turki tahun 1922 yang dipimpin
Attaturk, Pasukan Yunani dan sekutu berhasil diusir dari Turki. Fakta tersebut
menyadarkan Soekarno-Hatta, bahwa sebenarnya Asia sejajar dengan eropa dalam
semua segi. Fakta sejarah itulah yang menjadi bibit dari Nasionalisme
Indonesia. Satu hal yang ditekankan dalam cerita ini, adalah para founding
father kita menjadikan dinamika sosio-politik di Asia sebagai fondasi
mereka dalam melakukan aktivitas politik melawan imperialisme.
Latar Belakang Kebangkitan Ekonomi dan
Politik China
Namun jaman sudah berubah. Asia mengalami dinamika sosio-politik
yang berbeda daripada masa sebelumnya. Setelah selama puluhan tahun
Sosio-Ekonomi Asia didominasi oleh Jepang, akhirnya China bangkit sebagai superpower
baru. Pada tahun 1960an, China adalah negara miskin, yang didera bencana
kelaparan dengan korban puluhan juta penduduknya meninggal.
Ironis sekali, karena pada tempo yang sama, pemerintah China
berhasil menguji coba senjata nuklir miliknya. Revolusi kebudayaan tahun 1966
telah mengakibatkan banyaknya korban jatuh di kalangan intelektual mereka. Namun
akhirnya terjadi perubahan kepemimpinan. Pada tahun 1979, seorang intelektual
yang mengenyam pendidikannya di Perancis, Deng Xiaoping, akhirnya menjadi
pemimpin tunggal China.
Program Deng adalah melakukan reformasi ekonomi, untuk
membebaskan China dari kemiskinan. Kapitalisme diperbolehkan beroperasi
kembali. Deng memperbolehkan hal tersebut, karena menghapuskan pasar di China,
seperti yang dilakukan Mao Tse Tung dimasa lalu, adalah hal yang absurd.
Mengaplikasikan Sosialis-Komunis Ortodoks di China, adalah tidak mungkin,
mengingat bahwa berdagang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya
China. Program ekonomi Deng adalah menciptakan kelas menengah baru, dimana
nantinya mereka akan membantu pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Deng
berharap agar kelas menengah baru tersebut dapat menjadi motor utama ekonomi
China.
Popularitas China
Reformasi Deng berjalan dengan sukses, terbukti bahwa setelah 25
tahun program reformasi ekonomi, telah lebih dari 200 juta penduduk China
keluar dari garis kemiskinan. Diharapkan dalam 25 tahun kedepan, akan lebih
banyak penduduk China yang keluar dari belitan kemiskinan. Satu hal yang tidak
diketahui banyak orang, Deng Xiaoping, sebagai intelektual didikan Perancis,
sangat percaya dengan prinsip demokrasi. Secara diam-diam, China
mengaplikasikan demokrasi di tingkat perdesaan/kelurahan, dimana di tingkat itu
rakyat China diperbolehkan memilih secara langsung pemimpinnya. Deng percaya
bahwa demokrasi harus diaplikasikan secara gradual, tidak secara langsung atau taken
for granted.
Dengan diperbolehkannya kapitalisme beroperasi, perdagangan China
maju pesat. Shanghai dan Hong Kong menjadi pusat perdagangan Asia (bahkan
Dunia). Bukti tak terbantahkan bahwa reformasi ekonomi Deng sukses, adalah
posisi China sebagai negara dengan uang devisa terbanyak di dunia. Jepang
berada di posisi kedua. China juga menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi
paling tinggi di dunia, dengan angka selalu diatas 10 persen.
Diramalkan oleh sebagian pengamat, bahwa pada dekade mendatang
China akan menjadi Ekonomi nomor satu di dunia, menyalib Amerika Serikat,
Jepang, dan Jerman sekaligus. China juga tetap memiliki angkatan bersenjata
yang paling besar dan terkuat di Asia. Pernah diadakan poling oleh sebuah
lembaga independen, negara asing apa yang paling populer di Uni Eropa. Ternyata
negara yang paling populer adalah China.
Tapi popularitas ini tak berjalan lancar sebab negara lain merasa
tersaingi. Apa saja upaya menjegal kesuksesan China ini? Nantikah dalam tulisan
selanjutnya.
Referensi:
Encyclopedia Wikipedia http://www.en.wikipedia.org
I Wibowo. 1999. Belajar dari China. Gramedia Pustaka Utama.
Opini I Wibowo mengenai China. Koran Kompas
Frans Magnis Suseno. 1999. Pemikiran Karl Marx. Gramedia Pustaka
Utama
Grolier Encyclopedia. History of China.
Grolier Encyclopedia. Nations of the World: China.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar