Rabu, 26 Oktober 2011

Cerpen - Sekeping Hati


SEKEPING HATI

“Bbbrrrrr……pagi ini terasa indah sekali!”
Meski dingin menusuk hingga tulang, samir tak hentikan langkah.dingin membuat tubuhnya bereaksi cepat untuk segera menyelesaikan mandinya. “pagi yang indah. Hari ini si bandel akan melihat ciptaan Tuhan yang paling indah.” Seragam mulai ia kenakan. Terburu-buru memang, karena tak banyak angkot yang ada di kampung. Untuk mencapai jalan raya, samir harus berdesak-desakan dengan penumpang lain. Itu pun kalau tidak ketinggalan, karena Samir sering begadang dan bangun kesiangan. Tapi ia beruntung karena bisa sekolah di kota. Banyak teman-teman seangkatannya yang kurang beruntung bersekolah di kota. Ada yang sekolah di kampung, atau juga yang sudah menikah.
Samir dilahirkan dari keluarga yang sederhana. Ayahnya seorang Tukang bangunan yang kerjaannya tak tetap. Kalau Ibu, Ibunya hanya ibu rumah tangga tulen yang kadang menjadi buruh untuk membersihkan rumput, menanam padi, atau pun pekerjaan lain. Namun meskipun ekonominya begitu, sang Ayah tetap bertekad agar anak-anak mereka tetap bersekolah. Orang tua Samir tergolong KB (Keluarga Berencana) yang gagal, karena samir putra bungsu dari 7 bersaudara.semua telah menikah.
“Samir lagi, Samir lagi. Kalau gak mau telat, berangkat lebih pagi!!yang lain bisa kenapa kamu tidak bisa?!” Si Satpam kiler turut andil dalam rangka menghambat laju samir untuk bertemu sang pujaan hatinya, Vivi. Yah, Vivilah satu-satunya alasan kenapa dia semangat bersekolah. Kalau tak ada, pasti lebih suka bolos, main playstation, atau tidur di kamar…”aduhh pak Heri, bapak belum ke rumah saya sih, jadi gak tau bagaimana kondisi lapangannya gimana. Saya punya tawaran, bagaimana kalau kita gantian posisi. Saya jadi satpam disini, bapak gantiin saya berangkat dari rumah. Deal??” si samir nyerocos tak karuan sambil cengar-cengir. Pak Satpam berang, tak ada kata yang muncul dari mulutnya. Hanya pandangan mata yang seakan berkata: gua gampar ni anak baru tau rasa…. “Ya sudah, sekarang langsung ke ruang pembinaan, minta surat ijin masuk!!” sahut pak Satpam ketus…. Samir pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Keburu si Satpam berubah fikiran….
“tok,tok,tok….” Diketuk pintunya pelan-pelan. “masuk!!” sahut dari dalam…. Samir lalu masuk. Kelas pun mulai cerah, ada bahan tertawaan cowok-cowok badung di depan mata. Sebenarnya sih cuma teman-teman cowok yang sudah dianggap seperti saudara sendiri buat Samir. Bram, Putra, Ronald, Dony, bahkan Andre yang tergolong manusia paling minder dikelas ikut tertawa. Ahh, bodo amat, toh juga udah biasa. Dicarinya satu sosok cewek anggun yang dengan pandangannya bisa buat perang dunia ke-3 berkobar didada. Sialnya, itu juga yang bikin samir kehilangan alasan untuk berkelit di depan guru. “maaf pak saya telat….” Samir coba buka suara. Pak Robert hanya senyum-senyum. Dengan enteng dia jawab, “makanya sam, kemarin kan sudah bapak bilang suruh pake pengaman. Lha kalau udah gini siapa yang tanggung jawab??”. Kontan saja seluruh isi kelas meledak. “mampus, abis gua dikerjain”, pikir samir. Wajah merah tak dapat disembunyikan samir ketika dia menuju kursinya…
Sebenarnya bukan hal yang mudah untuk menyimpan rasa yang sudah menjadi rahasia umum di kelas. Yahhh….begitulah…. Samir suka sama Vivi, meski dia tau, Angga telah lebih dulu memilikinya. Samir pikir dengan menyimpan dalam-dalam di hatinya akan lebih baik. Di sisi lain, samir menunggu waktu yang tepat. Untuk saat ini dia nyaman dan sedikit terobati dengan melihatnya saja atau ngumpul sama teman-teman.
**********
Sebentar lagi ujian. Samir gelisah tak menentu. Ia galau akankah dia lulus, atau malah sebaliknya. Belum lagi soal pembayaran SPP yang belum terlunasi. Juga dengan nasib cintanya yang mungkin akan segera berakhir. Dia memang belum sampaikan perasaannya pada Vivi. Samir begitu menghargai perasaan itu, juga dengan hati Vivi karena beberapa kali Ia pernah ia ingin mencoba tapi teman dekat Vivi memberi saran agar jangan ganggu hatinya dulu. Akhir-akhir ini memang hubungan Vivi dengan kekasihnya ada sedikit problem. Akhirnya Samir urungkan niatnya, karena dia juga tak ingin dianggap perusak hubungan orang lain. Biarlah yang terjadi ini meniru ilmu air. Mengalir apa adanya. Maka, Samir lebih nyaman menyendiri akhir-akhir ini. Hanya beberapa temannya saja yang setia memberi semangat seperti Putra, Ronald, maupun Ade. Cukup di kamar atau nge-game bareng mereka.
“Sam, bapak bisa ngobrol sebentar??” terdengar suara Ayah samir dari luar kamar. “bisa Pak, masuk saja”. “Sam, bapak gak tau apa yang buat kamu akhir-akhir ini sedikit berbeda. Mungkin efek dari pra ujian atau mungkin juga yang lain. Saran bapak, segera selesaikan apa yang harus dan perlu kamu selesaikan. Jangan biarkan itu berlarut-larut. Setelah itu bapak akan selesaikan juga tugas bapak!!”.kata pak Margono, Ayah Samir. Tak lama Beliau keluar…
Degg…. Samir kaget mendengar ucapan bapaknya. Sebegitu rumitkah sampai-sampai dia sendiri tak bisa selesaikan masalahnya sendiri. Bukankah itu hanya cinta?? Dalam hati dia berkata,” kau taruh mana rasa malumu Sam??”. Terbayang semua yang terjadi dan semua waktu yang Ia lewatkan. Mata Samir pun semakin berat ketika detak jarum jam mengantarnya terlelap dalam tidur….
********
Teettt….teettt…..teettt……
Bel pulang berbunyi. Samir buru-buru mengemasi bukunya. “hari ini akan ku selesaikan” bisik Samir pada dirinya sendiri. Sensor matanya berusaha mengidentifikasi teman-teman sekelasnya. Vivi tak ada!! Setengah berlari dia menuju ke pintu gerbang. “ahha…ku temukan dia!!” sorak Samir dalam hati.
Degg…degg….degg… jantung Samir terpacu keras, seakan tak lagi kuat menampung cairan darah yang mengalir dari tubuhnya ketika ia selangkah demi selangkah mendekat. “Vi, masih banyak waktu untuk kita ngobrol sebentar kan??” ucap Samir sembari menarik tangan Vivi. Vivi hanya tersenyum mengiyakan. “maaf Vi kalau selama ini mengganggumu karena rasa sayangku. Kali ini baru sempat aku katakan kalau aku mencintaimu. Aku tak peduli kamu mau menerima cintaku dan mau menjadi kekasihku atau tidak. Yang pasti setidaknya aku sudah mengungkapkannya langsung….”
Vivi hanya terdiam. Samir mulai gelisah, takut Vivi marah ataupun kecewa. Tak lama Vivi tersenyum. Ini  senyum termanis yang pernah ia lihat seolah-olah ia tersihir akan senyum itu. Dia berkata,” maaf juga aku yang buat kamu menderita. Sungguh, tak ada maksud apa-apa. Aku juga cinta dan sayang sama kamu, tapi aku masih punya kekasih. Lagi pula kita harus fokus untuk ujian besok kan?? Bersabarlah, karena semua itu akan indah pada waktunya….”.
Ploooong….
Samir lega ini berakhir lancar.” Aku akan menunggumu, lalu ketika saatnya nanti akan ada sesuatu hal yang akan ku sampaikan. hanya itu yang sanggup terucap. Tak ada kata lain dan tak pernah ada lagi.
********
4 TAHUN KEMUDIAN
********
Samir     : “ assalamu’alaikum Vi, bagaimana kabarnya”.
Vivi         :” wa’alaikumsalam Sam, kabarku baik”.
Samir     :” masih ingat terakhir kali kita bertemu??”.
Vivi         :” emm.... iya. Memangnya ada apa?”.
Samir     :” bukankah waktu itu ada hal yang belum sempat aku sampaikan??”.
Vivi         :” apa itu?”.
Samir     :” eemm, hanya ingin sampaikan, cinta ini tak akan pergi meski kau benci…. Dan cinta ini tak akan hilang hingga takdir itu datang”.
                 “Terima kasih ya Allah, telah Engkau ciptakan dia sebagai perhiasan yang paling indah di bumi ini…. Thanks Vi, karenamu aku bisa mengerti dan menghargai arti cinta”.
Vivi         :” Hem….hemh?? selama ini kamu masih mencintainya??”.
Samir     :” dulu, sekarang, esok ataupun lusa hanyah waktu”.
Vivi         :” apa yang membuat kamu masih mencintainya hingga sekarang??”.
Samir     :” tak dapat ku ungkapkan Vi, tapi yang pasti ini tulus dari hati dan akan tetap ku jaga sesuai dosis yang dianjurkan….hehehehe”.
Vivi         :” cintailah yang menciptakan orang yang kamu cintai. Lalu cintailah orang yang kamu cintai karena-Nya. Maka kamu akan mendapatkannya. Bi idznillah……..”.
_______********_______

penulis : Nurri Sumirat
enzumyrat@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar